
Sanda berasal dari kata Sandek (mesandekan dalam Bahasa Bali) yang memiliki arti berhenti atau "mengaso". Pada zaman dahulu, orang-orang yang bepergian dari Tabanan atau Denpasar menuju Singaraja melewati Desa Sanda masih berjalan kaki dan memerlukan waktu kurang lebih 10 hari. Dalam perjalanan yang begitu jauh dan lama, sudah tentu memerlukan tempat "mengaso" untuk melepaskan lelah.
Tempat inilah yang sering digunakan untuk "mengaso", karena letaknya di tengah jarak antara Denpasar dan Singaraja. Karena tempat ini dikenal sebagai tempat "mengaso" (mesandekan) dan menjadi suatu desa, maka desa ini dinamakan SANDA. Dari hari ke hari, tahun ke tahun, akhirnya banyak orang yang berkubu di Sanda dan menjadi suatu lokasi permukiman, kebendesaan, dan dengan adanya Undang-Undang No.5 Tahun 1979 menjadi Desa Sanda.
Orang-orang yang pernah memimpin Desa Sanda sebagai Perbekel yaitu :
- Pan Sandi, dikenal sebagai Mekel Jada, diberi julukan Cokorda Gunung
- Pan Putu (Mangku Gede), yang merupakan anak dari Mekel Jada
- Pan Jagera, menjadi Perbekel sampai tahun 1949
- Pan Riama
- I Wayan Sindera, sejak 1970 - 1984
- I Wayan Kardi
- I Wayan Artana, sejak 1994 -1999
- Pjs I Nyoman Sidikarioto, sejak 1999 - 2000
- I Made Widana, sejak 2000 - 2008
- I Wayan Susana, sejak 2008 - 2016
- I Ketut Sunarta, sejak 2016 - 2021
- I Wayan Susana, sejak 2021 - sekarang